KELALAIAN TANPA DZIKIR
Lalai dari dzikir akan membuat syetan mudah mendekat dan menggoda manusia. Sifat syetan ada dua: memberi godaan ketika manusia lalai dari dzikir, lalu bersembunyi ketika manusia rajin berdzikir.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma (619 M, Mekkah - 687 M, Masjid Tha'if, Arab Saudi) berkata :
الشَّيْطَانُ جَاثَمَ عَلَى قَلْبِ اِبْنِ آدَمَ فَإِذَا سَهَا وَغَفَلَ وَسْوَسَ فَإِذَا ذَكَرَ اللهَ تَعَالَى خَنَّسَ
“Setan itu mendekam pada hati manusia. Jika ia luput dan lalai, setan menggodanya. Jika manusia mengingat Allah, setan akan bersembunyi.” (HR. Imam Ibnu Abi Syaibah rahimahullah wafat 2 Agustus 849 M, Kufah, Irak dalam Al-Mushannaf 13: 469-470 dan Ak-Imam Al-Hafidz Dhiyauddin Muhammad bin Abdul Wahid al-Maqdisi Al-Hambali atau Imam Adh-Dhiya’ rahimahullah wafat 1245 M di Damaskus dalam kitab Al-Mukhtar 10: 367 dgn sanad yg shahih)
Tajuddin Abul Fadhl Ahmad ibnu Muhammad ibnu 'Abdul Karim ibnu Atha 'illah al-Iskandari al-Syadzili Al-Maliki, Ulama kenamaan yg masyhur dgn nama Ibnu Athaillah rahimahullah (1260 - 1309 M Kairo, Mesir), membuat uraian tentang dzikir dalam kitabnya yg masyhur Al Hikam :
"Jangan tinggalkan dzikir karena kelalaian hatimu yang tidak bersama Allah karena kelalaian tanpa dzikir lebih buruk daripada kelalaian dgn dzikir. Bisa jadi Allah mengangkatmu dari dzikir dgn kelalaian ke zikir dgn hati terjaga, dari dzikir dhn hati terjaga ke dzikir dgn hati waspada, dari dzikir dgn hati waspada ke dzikir fana. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, 'Dan yg demikian itu bagi Allah tidak sulit."
Ibnu Athaillah rahimahullah sangat menganjurkan setiap Mukmin berdzikir, meskipun dalam keadaan hati lalai. Karena bagi Ibnu Athaillah, dzikir adalah jalan bagi mereka yg ingin dekat dgn Tuhannya.
Berdzikir pada saat orang2 pada lalai tidak hanya merupakan ajang pendekatan kita pada sang pencipta, melainkan juga memeliki kedahsayatan yg luar biasa. Sebagaimana tercatat dalam kitab Jami’ul Ulum wal Hikam karya al Hafidz Zainuddin Abul Faraj Abdurahman ibn Syihabyddin Ahmad ibn Rajab ibn Abdurrahman ibn Hasan ibn Muhammad ibn Abil Barakat Mas’ud al Baghdadiy al Dimasyqiy al Hanbaliy atau Imam Ibnu Rajab rahimahullah (4 November 1335 M, Bagdad, Irak - 14 Juli 1393 M Damaskus, Suriah) :
والتقى رجلان منهم في السوق فقال احدهما لصاحبه تعال حتى نذكر الله في غقلة الناس فخلوا في موضع فذاكر الله ثم تفرقا ثم مات أحدهما فلقيه الأخر في منامه فقال له أشعرت أن الله غفر لناعشية التفينا في السوق؟
Dua orang bertemu di pasar. “Mari kita berdzikir mengingat Allah di saat manusia sedang lalai” ajak seseorang pada yg lain. Setelah berpisah salah satunya meninggal. Lewat mimpi, ia mendengar almarhum berkata, “ingatkah kau sore itu kala kita berdzikir di pasar, Allah ampuni dosa kita”
Ampunan Allah subhanahu wa ta'ala sengaja dihadiahkan kepada orang yg berdzikir kepada-Nya saat orang lain pada lalai. Terlihatnya memang tidak mudah untuk mengawali kebiasaan baik seperti itu, namun jika ada keinginan dan niat yg kuat insya Allah kita akan dibisakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala untuk berdzikir kepada-Nya, di kala orang2 pada lalai.
Seperti contoh dalam kondisi keramaian, saat terjebak macet atau sekedar jalan di mall, alangkah lebih indahnya jika mulut disibukkan dgn dzikir daripada mulut terus mengomentari hal2 yg tak sedap di depan mata.
Sebagian ulama bahkan menyebut dzikir sbg jalan penyatu antara hamba dgn Sang Khalik. Syekh Burhanuddin As Syadzili Al Hanafi rahimahullah dalam kitab Ihkamul Hikam fi Syarhil Hikam menyebut dzikir dgn lafal apapun, dapat membuka pintu langit.
Oleh karena itu, Teladan kita Baginda Sayyidina Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dulu senantiasa berdzikir kepada Allah dalam segala kondisi, situasi dan keadaan.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
Dari Aisyah Radhiyallahu Anha (wafat 13 Juli 678 M di Jannatul Baqi' Madinah) dia berkata, “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berdzikir kepada Allah dalam semua keadaannya.” (HR. Imam Muslim rahimahullah, wafat 5 Mei 875 M, Naisabur, Iran).
Abul Khattab Qatadah bin Da’amah as-Sadusi rahimahullah (735 - 736 M di Basrah) mengatakan, “Inilah keadaanmu wahai manusia. Ingatlah Allah ketika berdiri. Jika tidak mampu, ingatlah Allah ketika duduk. Jika tidak mampu, ingatlah Allah ketika berbaring. Inilah keringanan dan kemudahan dari Allah.”
Maka, berdzikir itu tidak hanya dianjurkan ketika selesai menunaikan ibadah shalat saja. Tetapi juga, dianjurkan ketika banyak hati lalai dan orang di sekitar lalai. Jika kita sanggup berdzikir saat orang lain lalai, maka Allah subhanahu wa ta'ala mempersiapkan ampunan yg amat istimewa. Yang demikian merupakan satu hal yg baik dalam mengefektifkan waktu yg ada. Selain berpahala dan mendapatkan ampunan, lambat lain hati yg kadang lalai kian menjadi hati yg terjaga.
Ragam Sumber by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama'ah Sarinyala Kabupaten Gresik
CHANNEL YOUTUBE SARINYALA
https://youtube.com/channel/UC5jCIZMsF9utJpRVjXRiFlg
0 Komentar